Saturday, April 11, 2015

[Nyampah Online] - Menjemput Sakura I

Dengan tangan kaku karena kedinginan akhirnya kupaksa tangan ini tak tik tuk mengetikkan sejumlah kata untuk berbagi cerita di blog. Alasannya, yang pertama karena janji, yang kedua, ya biar ga perlu bercerita berulang-ulang meskipun sebenarnya I am a story teller *kalau lagi mood. Dan kali ini aku tidak akan bercerita tentang Melati ataupun Mawar apalagi Asih maupun Wati. Tidak. Pokoke kali ini aku mau narsis.

Alhamdulillah wa syukurillah atas izin Alloh subhanahuwata'ala akhirnya 6 hari sudah aku menginjak belahan bumi lain di luar Indonesia yang telah menjadi salah satu mimpiku beberapa tahun terahir. Tentang mimpi ini dan bagaimana prosesnya mungkin akan kuceritakan di lain waktu* (syarat dan ketentuan berlaku). Jadi seperti judulnya, di halaman ini aku cuma mau nyampah selama beberapa hari ini aku ngapain aja karena ga tahu lagi ni mau nyampah ke mana.


CGK -- Incheon -- Komatsu

Tanggal 2 April dengan maskapai Korean Air yang paling murah hasil searching dengan aplikasi Momondo (semacam TripAdvisor gitu, bisa didownload di google play) dan bayar pake VbV (Verified by Visa) di BravoFly.com akhirnya aku resmi terbang meninggalkan Indonesia untuk pertama kalinya. Ini sungguh w-o-w banget (menurutku). Pertama kali ke luar negri, sendirian, bawa koper ukuran 29" yang kelebihan muatan tapi mbaknya tukang check-in baik hati jadi tidak dihitung over bagasi + koper 18" yang cabin size + ransel abu-abu yang udah ga jelas warnanya, trus pake acara bobok di Incheon karena transit +- 16 jam dan dengan alasan penghematan sengaja tidak menginap di hotel.



makan sambil nonton intersellar

Dari Jakarta menuju Incheon alhamdulillah aman terkendali. Makanan juga terjamin. Insyaa Alloh. Karena sebelum makan tanya-tanya dulu sama mbak-mbak pramugari yang aduhai cantiknya seperti artis-artis Korea. Kata si embak Korea, makanan di Korean Air yang berangkat dari Jakarta memang disediakan sesuai standar untuk muslim. "So, its food is halal," begitulah kesimpulannya. Sebelumnya aku memang sudah menelisik di official websitenya Korean Air, mereka memang menyediakan makanan-makanan pesanan khusus termasuk makanan khusus anak-anak, pengidap alergi tertentu, vegetarian yang non hewani, hindu yang non sapi, termasuk makanan untuk muslim yang halal. Untuk memesan makanan khusus tersebut seharusnya calon penumpang pesan dulu 24 sebelum penerbangan dengan menelepon customer servicesnya (kurang lebih seperti itu yang kubaca). Tapi seperti kata si embak tadi, untuk penerbangan dari Jakarta sudah default nya makan halal, jadi tidak perlu pesan sebelumnya.

yogurt dan butternya Halal MUI
Selanjutnya tentang pendaratan di Incheon alhamduillah kami mendarat dalam kondisi sehat walafiat. Namun 20 menit menjelang landing cukup menguji jiwa dan raga. Angin di luar sungguh kencang sekali. Terombang-ambing di awang-awang berpuluh-puluh menit membuat badan sudah tak keruan rasanya. Kupikir cuma aku saja yang ndeso sampai mual-mual, tapi ternyata penumpang yang lain merasakan hal yang sama. Atau mereka juga sama ndesonya? ah entahlah....

Ini ada beberapa video yang kuambil selama awang-awang.
1 2 3

Trus 16 jam di Incheon ngapain aja?

So guys, di Incheon yang kulakukan adalah jalan-jalan lihat mbak-mbak cantik, foto-foto poster gede pak liminho pesenan seseorang, lihat toko-toko dari depan (persis seperti mall), re-check in ke embak tukang kasih informasi, leyeh-leyeh di sofa-sofa empuk yang tersebar di beberapa rest area dan akhirnya 'mabit' di Prayer Room. Ya..ada Prayer Room di Incheon. Kalau pengen tahu prayer roomnya seperti apa, bisa lihat di sini. Ada 2 video ge je juga waktu di Incheon. Mau dihapus begitu saja kok sayang, yasudah aku upload aja di sini dan di sini Tapi maaf kualitas videonya tidak oke soalnya sambil bawa-bawa koper (waktu itu belum kepikiran pake troli).




Keesokan paginya, sambil nunggu penerbangan jam 9, lumayan lah bersih-bersih diri di shower room. Lumayan bisa dapet shampo, sabun gratis dan handuk. Eh tapi handuknya dibalikin ding... Kamar mandinya lumayan gedhe, jadi troli kita bisa masuk tanpa khawatir basah.

Sudah wangi, aku pun bersiap menunggu boarding di ruang tunggu sambil video call sama orang rumah. Selama di Incheon koneksi internet bebas lancar. Pokoknya insyaaAlloh selalu ada banyak hal bermanfaat yang bisa dilakukan selama proses penantian. ehem berlaku juga untuk hal lain..

Singkatnya, kami pun mulai boarding dan terbang menuju Komatsu Airport selama 1 jam 45 menit. Seperti di pendaratan di Incheon, pendaratan di Komatsu pun tak jauh berbeda. Hari itu angin memang sangat kencang. Teman yang bertugas menjemputku mengira penerbanganku akan delay karena angin sedang tidak bersahabat. Tapi sensei bilang, tidak perlu khawatir terbang di sini karena semua teknologi dan sistem yang digunakan sudah canggih dan aman. Yeeee.... si bapak ni, kalau Sang Khaliq berkehendak lain manusia bisa apa coba??

Begitulah, pendaratan kami cukup memacu adrenalin. Tidak separah waktu di Incheon sih, tapi penerbangan kedua ini posisi dudukku pas di dekat jendela. Jadi galau gitu. Di sisi lain pengen lihat pemandangan di luar yang lagi cerah tapi kalau lihat ke luar sama saja kita lihat bagaimana pesawat oleng ke kiri kemudian sedetik kemudian berbalik oleng ke kanan. Pusing tak karuan, akhirnya 10 atau 5 menit terakhir, pasrah, merem aja lah sambil komat kamit dzikir sebisanya.

Alhamdulillah pendaratan berhasil dan aman meskipun pesawat sempat mental-mental lagi sesaat setelah roda pesawat mulai menginjak bumi. Begitu turun dari pesawat kita sudah dihadang loket-loket petugas imigrasi. Siapkan beberapa dokumen untuk diperiksa. Sayangnya tak boleh foto-foto di sini, jadi yasudah, ngantri saja dengan kalem sambil cek-cek kelengkapan dokumen.

Untuk tinggal di Jepang dalam jangka waktu yang lama, kita perlu Resident Card yang biasanya bisa langsung di dapatkan di bandara-bandara besar di Jepang seperti, Narita, Haneda, Kansai, Osaka. Sedangkan bandara-bandara kecil seperti Komatsu tidak mengeluarkan Resident Card. Tapi resident card mutlak diperlukan untuk tinggal di Jepang. Bagaimana caraku mendapatkan resident card, akan kubagikan di cerita berikutnya.

Selesai memasukkan sidik jari dan foto mendadak di loket imigrasi, akhirnya aku bisa bertemu kembali dengan koper 29"-ku yang sudah sehari semalam terpisah. Sebelum meninggalkan tempat pengambilan barang lagi-lagi kita dihadang serangkaian pengamanan. Masih ingat kan kalau pengamanan Jepang berlapis-lapis? Seperti kisah Mawar saat membuat visa pelajar dulu.
Waktu ambil trolley untuk mengangkut semua koperku, tetiba seorang petugas mendatangi sambil membawa gambar buah-buahan. Bapaknya tanya apakah saya bawa buah-buahan seperti itu atau tidak? Kata si bapak buah-buahan tersebut dilarang masuk ke Jepang. Aku kurang memperhatikan buah apa saja yang ada di gambar, dan aku juga tidak terlalu mendengarkan si bapak ngomong apa karena selain aku sedang sibuk mengangkat koper-koper segede gaban dan ranselku ke trolley, si bapak bahasanya juga tidak begitu jelas, di campur-campur. Aduh Pak, Nihonggo wakarimasen >_<

Kulihat ada penumpang yang tasnya dibuka-buka sampai dikeluarin isi-isinya di meja pemeriksaan. Sempat khawatir juga bagaimana jika aku juga harus membuka-buka isi koper entah bagaimana rempongnya menurunkan barang-barang yang tidak enteng itu dari trolley dan menaikkannya kembali. Tapi alhamdulillah tiba giliranku, si Bapak petugas langsung mempersilakanku berjalan sambil tersenyum ramah.

Keluar dari pemeriksaan, masuklah aku di lobi bandara yang tidak seberapa luasnya. Waktu itu sekitar pukul 10, dan shuttle bus yang menjemputku dijadwalkan baru datang jam 14.22 (lupa-lupa ingat jam berapa sih). Jadilah aku clingak-clinguk mencari tempat di mana harus menunggu. Belum sempat menemukan spot yang oke untuk sekedar kongkow sejenak, tetiba ada bapak-bapak agak tua (mungkin sekitar 50-60 an tahun umurnya) mendekatiku.

"Hello, you are JAIST? JAIST? Student?"" Tanya si bapak ber-jas hitam itu dengan Bahasa Inggris yang sangat seadanya.
"Ya," Jawabku
"I am Police," Tiba-tiba si Bapak mengeluarkan semacam dompet dari sakunya dan membukanya di hadapanku menunjukkn lencana kepolisian yang terpasang manis di dalamnya. Gayanya memperkenalan diri itu membuatku teringat Detektif Conan. Rasanya suasananya benar-benar mirip. Dan sedetik kemudian pikiranku sudah melayang ke cerita-cerita di Detektif Conan yang mungkin menyebabkan wajahku semakin tampak konyol dan sangat tidak mencurigakan.
Aku menunjukkan pasporku begitu saja ketika pak polisi memintanya dan mencatat nama beserta tempat tujuanku di Jepang. Selesai mencatat pak polisi mengembalikan pasporku.
"Thank you very much," Kata si bapak sambil tersenyum ramah dan kemudian berlalu meninggalku kembali celingukan.

Beberapa saat setelah Pak Polisi meninggalkanku datanglah seorang pemuda brondong tampan menghampiri.

"Hey, are you JAIST student too?"

Dan sejurus kemudian aku sudah punya beberapa kenalan dari Vietnam sesama freshman  yang menanti mobil jemputan menuju kampus. Jangan tanya siapa nama mereka. Berulang kali mereka menyebutkan nama, tetap saja aku susah mengucapkannya. Ketika kuminta mereka mengeja namanya, kemudian aku pun semakin menyesal karena ketika mereka mengeja namanya semakin tak pahamlah aku.

Berjam-jam kami ngobrol tentang Indonesia, Vietnam dan seputar lab yang akan kami ikuti di kampus. Sempat aku bertanya kepada mereka apakah polisi tadi juga menanyakan paspor mereka. Sambil tersenyum geli salah satu dari mereka menjawab, "No, He only asked you."
"What?" 
Di hari berikutnya aku sempat bertanya kepada saudari muslimah (istri teman satu lab-ku) apakah dia juga ditanyain waktu sampai di bandara dan katanya dia tidak ditanya-tanyai sama sekali. Kemudian aku baru ingat tentang berita-berita ISIS yang sempat hangat beberapa waktu lalu. Beberapa hari sebelumnya aku sempat membaca tentang kesalahpahaman orang jepang tentang ISIS. Mungkin saat itu Jepang meningkatkan tingkat pengamanannya. Hari itu aku memang memakai jilbab hitam langsungan yang cukup lebar untuk ukuran badanku.

Lanjut dengan para Vietnamese. Waktu kami juga membicarakan pendaratan heroik tadi pagi di Komatsu. Mereka semua juga mual dan akhirnya lapar #lhoh.

Kutolak ajakan mereka untuk cari makan, alasannya sih sudah kenyang karena sudah makan di pesawat tapi di samping itu, alasan yang lebih kuat adalah karena demi penghematan dan kehati-hatian ;)
kenalan baru seperjuangan
Tapi mereka memaksaku untuk ikut mereka makan meskipun aku tidak makan. Dipikir-pikir juga dari pada kembali men-jomblo dalam penantian mendingan ikut mereka jalan-jalan aja.
Sempat terjadi perselisihan mempertimbangkan apakah sebaiknya kita tinggalkan trolley-trolley atau ikut membawanya, tapi kata seorang Vietnamese

"It's Japan. I think it's alright if we left them here. I will take a risk to left them here."

Kemudian kami semua sepakat meninggalkan trolley-trolley itu. Kami pun jalan-jalan di dalam bandara, yang besarnya mungkin sebelas duabelas dengan Bandara Adi Sucipto Yogyakarta, demi mencari sesuap nasi. Tapi apadaya mereka yang akhirnya hanya menemukan onigiri dan sushi siap saji sebagai pengganjal perut. Itu pun tidak dimakan di food court melainkan ke tempat semula kami meninggalkan trolley-trolley. Nampaknya koper-koper dan tas-tas itu memang tak rela ditinggalkan oleh para pemiliknya.

Pukul 14.20 tepat, Ms. Tomoko Yoshino menghampiri tempat kami duduk-duduk dan mengatakan bahwa shuttle bus sudah datang. Kami pun lansung mengikuti Ms. Tomoko Yoshino keluar bandara. Karena yang dijemput lumayan banyak, koper-koper dan tas-tas kami diangkut di mobil yang berbeda. Di sinilah jiwa gotong royong juga diaplikasikan. Bahu membahu kita mengangkat barang-barang masuk ke koper. Ah.. akhirnya aku kembali merasakan punya teman sebaya setelah rasanya sudah berhari-hari tidak bertemu teman sebaya.  

Di perjalanan menuju kampus yang tersembunyi di balik hutan #lebay nampak sakura sudah mulai menyambut kami di sepanjang jalan. Sayangnya aku tak sempat foto-foto dari dalam shuttle bus karena keasyikan ngobrol.

Lanjut.. [Nyampah Online] - Menjemput Sakura I I

No comments:

Post a Comment